Budaya Ammuntuli Bulang (Menyambut Bulan)

Budaya Ammuntili Bulang atau dapat diartikan Menyambut Bulan, adalah budaya yang berkembang dimasyarakat Bantaeng, dan beberapa Daerah ber-suku bugis dan makassar di Sulawesi Selatan. Budaya ini selalu dirangkaikan dengan tradisi Suro’ baca yang biasanya digelar ketika memasuki/menyambut Bulan Ramadhan seperti sekarang.

Sebelum menggelar acara, keluarga mempersiapkan aneka hidangan atau masakan lezat sesuai dengan kemampuan ekonomi si empunya hajatan. Untuk pencuci mulut dipilih kue-kue tradisional misalnya kue lapis, onde-onde, dan cucuru bayao. Tradisi yang masih tetap terjaga baik di kalangan masyarakat pedesaan hingga perkotaan ini, biasanya diselenggarakan baik per rumah tangga ataupun berkelompok.

Untuk membaca doa bersama, dipimpin oleh seorang yang diistilahkan guru baca atau tokoh adat. Seluruh anggota keluarga akan duduk bersila di depan aneka hidangan sambil mengikuti guru baca berdoa dengan membacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an serta mendoakan bagi almarhum (leluhur) agar mendapat keselamatan di akhirat dan keluarga yang ditinggalkan juga mendapatkan keselamatan, kesehatan dan dimudahkan rezekinya.Menurut guru baca yang pernah saya tanya, makna dari tradisi ini kurang lebih agar yang masih hidup tetap mengingat leluhurnya dan mengingat bahwa suatu saat juga akan ke akhirat. Selain itu, acara ini juga menjadi ajang silaturrahim untuk mempererat persaudaraan.


Entah kapan budaya ini mulai muncul, namun jujur dimasa kecil saya masih sempat mendapati budaya ini dikalangan keluarga saya. Seiring pergeseran pola pikir dan kontaminasi modern, budaya ini lambat laun menghilang dari sisi sosial masyarakat termasuk dalam keluarga saya. Apa lagi bila dikaji menggunakan aqidah Agama dan dimensi pikir sekarang yang terus berpacu tanpa batas. Apakah tradisi akan menjadi lawan bagi aqidah kita, atau kita tetap bisa menyandingkan tradisi leluhur tanpa mengganggu aqidah itu sendiri.

Saya pernah membaca sebuah artikel tentang sekelompok masyarakat di pegunungan China yang sama sekali tidak tersentuh oleh pola pikir modern, bahkan masih meninggalkan tradisi dan bangunan warisan leluhur mereka yang eksis bertahan sampai sekarang sebagai sejarah yang tak dipungkiri keberadaannya buat generasinya dan dunia luar. Kelak budaya dan tradisi kita mungkin tak akan dijumpai lagi dan hanya akan menjadi cerita fiksi buat generasi kita kedepan.

Salam.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Diary Sang Angin Copyright © 2013 | Powered by Blogger